Minggu, 03 Maret 2013

makalah OPEN-ENDED



BAB   I
PENDAHULUAN
1.1           LATAR BELAKANG
Kualitas dan kuantitas pendidikan sampai saat ini masih tetap merupakan suatu masalah yang paling menonjol dalam setiap usaha pembaharuan system pendidikan nasional. Kedua masalah tersebut sulit ditangani secara simultan,sebab dalam upaya meningkatkan kualitas masalah kuantitas terabaikan,demikian pula sebaliknya. Salah satu aspek pendidikan yang turut menentukan kualitas pendidikan adalah pendidikan matematika.
Sudah menjadi gejala umum bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa.Matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga kurang diminati oleh sebagian siswa.Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran matematika ini, dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar matematika siswa.Den gan demikian perbaikan penyelenggaraan proses pembelajaran menjadi hal yang menarik untuk ditelaah.
Dengan diberlakukan KBK disekolah baru – baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif,kreatif dan inovatif dalam menghadapi setiap pelajaran yang diajarkan.Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu dalam lingkungan social masyarakat.Sikap aktif, kreatif dan inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan.Peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran.Hal tersebut bukan berarti peran guru berkurang dalam proses belajar mengajar.Guru harus mampu membimbing dan memberikan arahan bagi siswa dalam pembelajaran.
Sekolah sebagai intitusi penting perlu menciptakan suasana pembelajaran yang demokratis.Oleh karena itu proses belajar mengajar yang demokratis perlu diterapkan untuk membentuk siswa yang aktif dan kreatif.Dimana siswa dilibatkan dalam setiap kegiatan pembelajaran.Guru sebagai organisator harus mampu menumbuhkan keberanian siswa dalam mengungkapkan gagasannya.
Untuk menumbuhkan sikap aktif dan kreatif pada siswa tidaklah mudah.Fakta yang telah terjadi adalah guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Proses belajar mengajar yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru.Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar.
iii
Suasana proses pembelajaran matematika sampai sekarang masih terasa kaku dan membosankan.Pembelajaran matematika seolah – olahhanya terbatas pada penerapan rumus dan kemampuan berhitung.Setiap kali pertemuan siswa selalu diberi ceramah dan soal – soal hitung yang sulit.Tidaklah mengherankan jika anak kurang mengetahui manfaat belajar matematika untuk hal yang lebih luas.Guru kurang menyajikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata dalam belajar matematika. Siswa dianggap mampu dalam hal berhitung tetapi untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari hari ternyata mengalami kesulitan.
Sikap pasif siswa dalam proses pembelajaran dan system pembelajaran yang monoton telah berdampak pada prestasi belajar matematika siswa hasil belajar mateatika siswa dirasa masih kurang. Perbandingan nilai antara siswa berkemampuan piker baik dengan siswa berkemampuan piker kurang cukup mencolok.Anak berkemampuan piker kurang dapat menjadi hambatan bagi peningkatan prestasi sekolah.
Banyak factor penyebab dari munculnya permasalahan pembelajaran matematika diatas.Faktor tersebut meliputi faktor internal dan factor ekternal.Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti tingkat intelegensi dan kepribadian.Sedangkan factor eksternal merupakan faktor yang muncul dari luar diri siswa, seperti factor lingkungan, metode mengajar dan system evaluasi.Metode mengajar memiliki pengaruh besar terhadap tujuan pembelajaran.
Gambaran permasalahan diatas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika perlu diperbaiki guna meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.Mengingat pentingnya matematika dan krusialnya permasalahan dalam pembelajaran matematika idealnya usaha ini dimulai dari pembenahan proses pembelajaran yang dilakukan guru, yaitu menawarkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi matematika siswa pada umumnya. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open -ended.
Pendekatan open ended merupakan salah satu pendekatan dimana siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawab (hasil) akhir. Siswa diharapkan dengan problem open - ended tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan cara bagaimana sampai pada suatu jawaban.
iv
Sifat “keterbukaan” dari problem itu dikatakan hilang apabila guru hanya mengajukan satu alter native cara dalam menjawab permasalahan.
Dengan latar belakang masalah tersebut diatas maka peneliti terdorong untuk meneliti tentang pengaruh pendekatan open - ended terhadap prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari keaktifan belajar siswa.


1.2           Rumusan Masalah
-          Apa itu pendekatan open ended?
-          Apa kelemahan metode open ended?
-          Apa itu kelebihan metode open ended?
-          Bagaimana mengkonstruksi masalah open ended?
-          Bagaimana menyusun rencana pendekatan open ended?
-          Apa tujuan metode open ended dalam pembelajaran?


1.3           Tujuan
-         Mengetahui metode open ended
-         Mengetahui kelemahan dan kekurangan metode open ended
-         Mengetahui kesulitan yang ditemui guru pada penerapan metode open ended
-         Mengetahui keunggulan metode open ended dan tujuannya pada pembelajaran
-         Mengetahui cara merancang metode open ended




BAB II
PEMBAHASAN

Mengapa Open Ended dianggap Penting ?
            Matematika sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang banyak mendasari perkembangan ilmu pengetahuan lain, memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, matematika digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh manusia. Sujono (1998:4) menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang benda-benda abstrak dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan, mempunyai arti penting dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pernyataan ini, maka setiap siswa perlu dibekali pengetahuan matematika yang cukup agar tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
            Dalam proses pembelajaran matematika, sebaiknya siswa berperan secara aktif yaitu siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran dan guru sebagai pengelola proses pembelajaran.
            Kemampuan komunikasi matematika diperlukan dalam mempelajari matematika mengingat sarat dengan istilah dan simbol. Secara umum, matematika dalam ruang lingkup komunikasi mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca, diskusi, dan wawancara. Adapun bentuk bentuk komunikasi matematika antara lain :
(1)Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika.
(2)Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode oral, tertulis, konkrit, grafik,  dan aljabar.
(3)Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah serta informasi matematika.
(4)Merespon suatu pernyataan atau persoalan dalam bentuk argumen yang meyakinkan.
Melakukan komunikasi matematika bukan hal yang mudah bagi siswa.Untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang mendukung atau mengarahkan siswa pada kemampuan komunikasi matematika. Saat ini banyak sekali model maupun metode yang dilakukan dalam mengajarkan matematika kepada siswa. Salah satu metode tersebut yaitu metode Open-Ended. Dalam metode Open-Ended siswa diberi kebebasan untuk mengeksplorasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya untuk menyelesaikan suatu masalah.
 Erman Suherman, dkk (2003:124) mengemukakan bahwa yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan metode Open-Ended adalah pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended (Erman Suherman, 2003:123). Dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan problem Open-Ended, siswa diharuskan mengembangkan metode atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan dan tidak berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Oleh karena itu, salah satu metode yang membiasakan siswa melakukan komunikasi matematika adalah metode Open-Ended.
  2.1. Pengertian Pendekatan Open-Ended
Sejarah pendekatan Open-ended berasal dari Jepang pada tahun 1970'an. Antara tahun 1971 dan 1976, Peneliti Jepang melaksanakan serangkaian proyek penelitian pengembangan dalam metode mengevaluasi keterampilan "berpikir tingkat tinggi" dalam pendidikan matematika dengan menggunakan series Open-ended pada tema tertentu (Becker dan Shigeru, 1997). Pendekatan ini dimulai dengan melibatkan siswa dalam masalah Open-ended yang mana didesain dengan berbagai jawaban benar " tidak lengkap" atau " Open-ended".
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
2.2 Aspek Aspek yang  dipenuhi dalam Pendekatan Open-Ended
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
a.   Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
b.   Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
c.   Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.



2.3   Mengkonstruksi Masalah Open – Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
·         Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
·         Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
·         Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
·         Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
·         Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
·         Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

2.4            Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1)       Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
2)       Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
3)       Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
1)      Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah.
 Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
2)      Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
3)      Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
4)      Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
5)      Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.
2.5            Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended
            Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:

a.                   Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
b.                  Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
c.                   Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
d.                  Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e.                   Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
            Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:
a.       Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
b.      Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
c.       Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
d.      Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

2.6            Perbedaan Antara Open Problem dengan Close Problem
Banyak orang yang berpendapat bahwa matematika itu adalah ‘ilmu’ yang pasti. Masalah-masalah atau persoalan matematika dapat diselesaikan dengan prosedure yang jelas, terurut, dan saklek. Hal itu berbeda dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Dalam ilmu-ilmu sosial, untuk menyelesaikan suatu permasalahan tak ada prosedure pasti yang dapat digunakan.
Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).
Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, prosedural, dan saklek.
Sementara itu, masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.
Secara sederhana, open problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni open-ended problems dan pure open problems. Untuk open-ended problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara penyelesaian juga banyak jawaban.
Apa bedanya closed problems dan open problems?
Saya tak akan mendefinisikan bedanya! Namun saya hanya akan memberikan sebuah contoh untuk hal ini. Khusus untuk open problems, saya hanya akan memberi contoh yang termasuk open-ended problems.
Contoh Closed Problems
Seekor sapi yang diniatkan untuk dikurbankan ‘berat’nya 500 kg. Berat sapi ini sama dengan berat 20 orang anak-anak. Berapa rata-rata berat masing-masing anak?
Soal ini termasuk closed problems karena dengan prosedur yang standar, yakni pembagian , kita dengan pasti dapat menentukan rata-rata berat masing-masing anak. Dan ini jelas merupakan soal yang berupa satu cara dan satu jawaban. Makanya soal ini termasuk dalam kelompok closed problems.
Contoh Open Problems
Seekor sapi yang ‘berat’nya 500 kg akan dikurbankan. Setara dengan berapa orang anak-kah ‘berat’ sapi tersebut?
Soal ini termasuk dalam open-ended problems karena kita tidak secara pasti tahu prosedure untuk menjawab soal ini. Bila dipikir-pikir, soal ini akan mengundang banyak cara dan juga banyak jawaban. Soal semacam ini amat jarang diberikan. Dan kalaupun ada, jaman dulu dianggap sebagai soal yang tidak lengkap (alias dianggap sebagai “salah soal”).
Padahal, soal semacam ini menuntut kreativitas kita dalam menjawabnya. Soal semacam ini pun menuntut kita untuk berfikir lebih ketimbang hanya mengingat prosedure baku dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk menyelesaikan masalah ini, kita tak dapat langsung begitu saja menjawabnya. Soal ini menuntut kita berpikir lebih cerdas. Menuntut kita untuk melakukan perencanaan sebelum mendapat jawaban. Soal ini menuntut kita agar dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan jawaban. Pun mengantisispasi berbagai cara yang mungkin dilakukan untuk menjawabnya. Pendeknya, soal ini melatih kita untuk menggunakan penalaran dan kreativitas. Ya, tak sekedar hanya menghafalkan prosedur menjawab seperti biasanya.
Menurut Sawada (1997), bila open-ended problems semacam soal tadi diberikan pada para siswa di sekolah, setidaknya ada lima keuntungan yang dapat diharapkan.
1.  Para siswa terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mereka dapat mengungkapkan ide-ide mereka secara lebih sering. Para siswa tak hanya pasif menirukan cara yang dicontohkan gurunya.
2. Para siswa mempunyai kesempatan yang lebih dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara menyeluruh. Ya, mereka terlibat lebih aktif dalam menggunakan potensi pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.
3. Setiap siswa dapat menjawab permasalahan dengan caranya sendiri. Ini artinya, tiap kreativitas siswa dapat terungkapkan.
4. Pembelajaran dengan menggunakan open-ended problems semacam ini memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam proses bernalar.
5. Ada banyak pengalaman-pengalaman (berharga) yang akan didapatkan siswa dalam bentuk kepuasan dalam proses penemuan jawaban dan juga mendapat pengakuan dari siswa-siswa lainnya.

2.7  Contoh Masalah

Suatu persegi panjang luasnya 48 cm.
Berapa cm kemungkinan panjang dan lebar persegi panjang tersebut?
Jawaban siswa dengan variasi 1
L = p × l
48 = p × l
Jadip = 8 dan l = 6 sehingga 8 × 6 = 48.

Jawaban siswa dengan variasi 2:
L = p × l
48 = p × l

Jawaban yang benar adalah p = 12 cm dan l = 4 cm karena 12 cm × 4 cm = 48 cm


Jawaban siswa dengan variasi 3:
L = p × l
48 = p × l



P
L
48
1
24
2
16
3
12
4

Jadi, bila p = 8 cm maka l = 6 cm
Bila p = 12 cm maka l = 4 cm
Bila p = 24 cm maka l = 2 cm






















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
-          Menurut Suherman  problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open - Ended problem atau soal terbuka
-          Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda  ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
-          Beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
Ø  Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep  matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
Ø  Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
Ø  Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
Ø  Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
Ø  Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
Ø  Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
-          Keunggulan metode open ended:
Ø  Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
Ø  Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
Ø  Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
Ø  Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
Ø  Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
-          Kelemahan metode open ended :
Ø  Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
Ø  Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Ø  Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø  Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.