‘BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kualitas dan kuantitas pendidikan sampai saat ini masih tetap merupakan suatu masalah yang paling menonjol dalam setiap usaha pembaharuan system pendidikan nasional. Kedua masalah tersebut sulit ditangani secara simultan,sebab
dalam upaya meningkatkan kualitas masalah kuantitas terabaikan,demikian
pula sebaliknya. Salah satu aspek pendidikan yang
turut menentukan kualitas pendidikan adalah pendidikan matematika.
Sudah menjadi gejala umum bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa.Matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami,
sehingga kurang diminati oleh sebagian siswa.Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran matematika ini, dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar matematika siswa.Den gan demikian perbaikan penyelenggaraan proses pembelajaran menjadi hal
yang menarik untuk ditelaah.
Dengan diberlakukan KBK disekolah baru – baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif,kreatif dan inovatif dalam menghadapi setiap pelajaran yang diajarkan.Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu dalam lingkungan social masyarakat.Sikap aktif, kreatif dan inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan.Peran
guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran.Hal tersebut bukan berarti peran guru berkurang dalam proses belajar mengajar.Guru harus mampu membimbing dan memberikan arahan bagi siswa dalam pembelajaran.
Sekolah sebagai intitusi penting perlu menciptakan suasana pembelajaran
yang demokratis.Oleh karena
itu proses belajar mengajar
yang demokratis perlu diterapkan untuk membentuk siswa
yang aktif dan kreatif.Dimana siswa dilibatkan dalam setiap kegiatan pembelajaran.Guru
sebagai organisator harus mampu menumbuhkan keberanian siswa dalam mengungkapkan gagasannya.
Untuk menumbuhkan sikap aktif dan kreatif pada siswa tidaklah mudah.Fakta
yang telah terjadi adalah guru dianggap sebagai sumber belajar yang
paling benar. Proses belajar mengajar
yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah
guru.Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar.
iii
Suasana proses
pembelajaran matematika sampai sekarang masih terasa kaku dan membosankan.Pembelajaran matematika seolah
– olahhanya terbatas pada penerapan rumus dan kemampuan berhitung.Setiap
kali pertemuan siswa selalu diberi ceramah dan soal – soal hitung yang sulit.Tidaklah mengherankan jika anak kurang mengetahui manfaat belajar matematika untuk hal yang lebih luas.Guru kurang menyajikan masalah
yang berkaitan dengan
kehidupan nyata dalam belajar matematika. Siswa dianggap mampu dalam hal berhitung tetapi untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari ternyata mengalami kesulitan.
Sikap pasif siswa dalam proses pembelajaran dan system pembelajaran yang monoton telah berdampak pada prestasi belajar matematika siswa hasil belajar mateatika siswa dirasa masih kurang.
Perbandingan nilai antara siswa berkemampuan piker baik dengan siswa berkemampuan piker kurang cukup mencolok.Anak berkemampuan piker kurang dapat menjadi hambatan bagi peningkatan prestasi sekolah.
Banyak factor penyebab dari munculnya permasalahan pembelajaran matematika diatas.Faktor tersebut meliputi faktor internal dan factor ekternal.Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti tingkat intelegensi dan kepribadian.Sedangkan factor eksternal merupakan faktor
yang muncul dari luar diri siswa, seperti factor lingkungan, metode mengajar dan system evaluasi.Metode mengajar memiliki pengaruh besar terhadap tujuan pembelajaran.
Gambaran permasalahan diatas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika perlu diperbaiki guna meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.Mengingat pentingnya matematika dan krusialnya permasalahan dalam pembelajaran matematika idealnya usaha ini dimulai dari pembenahan proses
pembelajaran yang dilakukan guru, yaitu menawarkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi matematika siswa pada umumnya. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open -ended.
Pendekatan open – ended
merupakan salah satu pendekatan dimana siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan
yang berbeda dalam menjawab permasalahan
yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawab
(hasil) akhir. Siswa diharapkan dengan problem open - ended tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan cara bagaimana sampai pada suatu jawaban.
iv
Sifat “keterbukaan”
dari problem itu dikatakan hilang apabila guru hanya mengajukan satu alter native cara dalam menjawab permasalahan.
Dengan latar belakang masalah tersebut diatas maka peneliti terdorong untuk meneliti tentang pengaruh pendekatan open - ended terhadap prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari keaktifan belajar siswa.
1.2
Rumusan Masalah
-
Apa itu pendekatan open ended?
-
Apa kelemahan metode open ended?
-
Apa itu kelebihan metode
open ended?
-
Bagaimana mengkonstruksi masalah open ended?
-
Bagaimana menyusun rencana pendekatan
open ended?
-
Apa tujuan metode open ended dalam pembelajaran?
1.3
Tujuan
-
Mengetahui metode
open ended
-
Mengetahui kelemahan dan kekurangan metode open ended
-
Mengetahui kesulitan
yang ditemui guru pada penerapan metode open ended
-
Mengetahui keunggulan metode open ended dan tujuannya pada pembelajaran
-
Mengetahui cara merancang metode
open ended
BAB II
PEMBAHASAN
Mengapa Open Ended dianggap Penting ?
Matematika
sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang banyak mendasari perkembangan
ilmu pengetahuan lain, memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Dalam
kehidupan sehari-hari, matematika digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi oleh manusia. Sujono (1998:4) menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu
pengetahuan tentang benda-benda abstrak dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan bilangan, mempunyai arti penting dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pernyataan ini, maka setiap siswa perlu dibekali pengetahuan
matematika yang cukup agar tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari ilmu
pengetahuan lainnya.
Dalam
proses pembelajaran matematika, sebaiknya siswa berperan secara aktif yaitu
siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran dan guru sebagai pengelola proses
pembelajaran.
Kemampuan
komunikasi matematika diperlukan dalam mempelajari matematika mengingat sarat
dengan istilah dan simbol. Secara umum, matematika dalam ruang lingkup
komunikasi mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca, diskusi, dan
wawancara. Adapun bentuk bentuk komunikasi matematika antara lain :
(1)Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide
matematika.
(2)Membuat model situasi atau persoalan menggunakan
metode oral, tertulis, konkrit, grafik, dan
aljabar.
(3)Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah
untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah serta
informasi matematika.
(4)Merespon suatu pernyataan atau persoalan dalam bentuk argumen
yang meyakinkan.
Melakukan
komunikasi matematika bukan hal yang mudah bagi siswa.Untuk itu diperlukan
proses pembelajaran yang mendukung atau mengarahkan siswa pada kemampuan
komunikasi matematika. Saat ini banyak sekali model maupun metode yang
dilakukan dalam mengajarkan matematika kepada siswa. Salah satu metode tersebut
yaitu metode Open-Ended. Dalam metode Open-Ended siswa diberi
kebebasan untuk mengeksplorasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya
untuk menyelesaikan suatu masalah.
Erman Suherman, dkk (2003:124) mengemukakan
bahwa yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan metode Open-Ended adalah
pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa
sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai
strategi.Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut
problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended (Erman Suherman, 2003:123).
Dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan problem Open-Ended, siswa
diharuskan mengembangkan metode atau pendekatan yang berbeda dalam
menjawab permasalahan dan tidak berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Oleh karena itu, salah satu metode yang membiasakan siswa melakukan
komunikasi matematika adalah metode Open-Ended.
2.1. Pengertian
Pendekatan Open-Ended
Sejarah pendekatan
Open-ended berasal dari Jepang
pada tahun 1970'an. Antara
tahun 1971 dan 1976, Peneliti Jepang melaksanakan serangkaian proyek penelitian
pengembangan dalam metode mengevaluasi keterampilan "berpikir tingkat
tinggi" dalam pendidikan matematika dengan menggunakan series Open-ended
pada tema tertentu (Becker dan Shigeru, 1997). Pendekatan ini dimulai dengan melibatkan siswa
dalam masalah Open-ended yang
mana didesain dengan berbagai jawaban benar " tidak lengkap" atau
" Open-ended".
Pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended
diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran
harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara
serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang
kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang
baru.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu
kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang
diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada
lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara
maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa
terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran
pembelajaran dengan Open-Ended,
yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan
siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai
strategi.
Menurut Suherman
dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar
disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan
dengan Open-Ended problem, tujuan
utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat
“keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara
dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang
mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan
pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau
pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan
berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended
diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran
harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara
serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang
kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang
baru.
2.2
Aspek Aspek yang dipenuhi dalam Pendekatan Open-Ended
Dalam
pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended,
siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada
proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan
bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi
ketiga aspek berikut:
a. Kegiatan siswa harus
terbuka
Yang dimaksud
kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi
kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak
mereka.
b. Kegiatan matematika
merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik
adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman
nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
c. Kegiatan siswa dan
kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam
pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam
berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya
guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman
dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui
kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui
kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang
kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka
terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
2.3
Mengkonstruksi Masalah
Open – Ended
Menurut
Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk
siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup
panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi
masalah, antara lain sebagai berikut:
·
Menyajikan permasalahan melalui situasi
fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji
siswa.
·
Menyajikan soal-soal pembuktian dapat
diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam
persoalan itu.
·
Menyajikan bentuk-bentuk atau
bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
·
Menyajikan urutan bilangan atau tabel
sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
·
Memberikan
beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa
mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari
contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
·
Memberikan beberapa latihan serupa
sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
2.4
Menyusun
Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru
telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1)
Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk
berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan
konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun
rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
2)
Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa
menyelesaikan masalah Open-Ended,
mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya.
Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka
masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah
pemikiran siswa.
3)
Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus
memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih
tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini
hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang
baik adalah sebagai berikut:
1)
Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
Pembelajaran
matematika dengan pendekatan Open-Ended,
siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh
karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons
siswa terhadap masalah.
Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan
ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya
dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan
ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru
membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi
penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai
dengan cara kemampuannya.
2) Tujuan
dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami
dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah
dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep
baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa.
Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended
efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
3)
Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
Konteks
permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa,
dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh
karena masalah Open-Ended
memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya,
maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
4)
Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud
masalah itu
Masalah harus
diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan
menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila
eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud
memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan
pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti
petunjuk-petunjuk dari buku teks.
5)
Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu
yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya,
mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah
dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa
untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan
antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam
pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.
2.5
Keunggulan
dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Open-Ended ini
menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:
a.
Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam
pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
b.
Siswa memiliki kesempatan lebih banyak
dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
c.
Siswa dengan kemapuan matematika rendah
dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
d.
Siswa secara intrinsik termotivasi
untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e.
Siswa memiliki pengelaman banyak untuk
menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan
dari pendekatan Open-Ended,
diantaranya:
a.
Membuat dan menyiapkan masalah
matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
b.
Mengemukakan masalah yang langsung
dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami
kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
c.
Siswa dengan kemampuan tinggi bisa
merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
d. Mungkin ada
sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
2.6
Perbedaan
Antara Open Problem dengan Close Problem
Banyak orang yang berpendapat bahwa matematika itu adalah ‘ilmu’ yang
pasti. Masalah-masalah atau persoalan matematika dapat diselesaikan dengan
prosedure yang jelas, terurut, dan saklek. Hal itu berbeda dengan ilmu-ilmu
sosial pada umumnya. Dalam ilmu-ilmu sosial, untuk menyelesaikan suatu
permasalahan tak ada prosedure pasti yang dapat digunakan.
Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial,
permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat
diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah
matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah
matematika terbuka (open problems).
Yang selama ini muncul di permukaan
dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup
(closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-maslah
matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa
dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru
terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti,
prosedural, dan saklek.
Sementara itu, masalah-masalah
matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh,
hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika
di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau
permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.
Secara sederhana, open problems
sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni open-ended problems
dan pure open problems. Untuk open-ended problems sendiri dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu
jawaban banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara
penyelesaian juga banyak jawaban.
Apa bedanya closed problems dan open problems?
Saya tak akan mendefinisikan bedanya!
Namun saya hanya akan memberikan sebuah contoh untuk hal ini. Khusus untuk open
problems, saya hanya akan memberi contoh yang termasuk open-ended
problems.
Contoh Closed Problems
Seekor sapi yang diniatkan untuk dikurbankan ‘berat’nya
500 kg. Berat sapi ini sama dengan berat 20 orang anak-anak. Berapa rata-rata
berat masing-masing anak?
Soal ini termasuk closed problems karena
dengan prosedur yang standar, yakni pembagian
, kita dengan pasti dapat menentukan rata-rata berat
masing-masing anak. Dan ini jelas merupakan soal yang berupa satu cara dan satu
jawaban. Makanya soal ini termasuk dalam kelompok closed problems.
Contoh
Open Problems
Seekor sapi yang ‘berat’nya 500 kg akan dikurbankan.
Setara dengan berapa orang anak-kah ‘berat’ sapi tersebut?
Soal ini termasuk dalam open-ended
problems karena kita tidak secara pasti tahu prosedure untuk menjawab soal
ini. Bila dipikir-pikir, soal ini akan mengundang banyak cara dan juga banyak
jawaban. Soal semacam ini amat jarang diberikan. Dan kalaupun ada, jaman dulu
dianggap sebagai soal yang tidak lengkap (alias dianggap sebagai “salah soal”).
Padahal, soal semacam ini menuntut
kreativitas kita dalam menjawabnya. Soal semacam ini pun menuntut kita untuk
berfikir lebih ketimbang hanya mengingat prosedure baku dalam menyelesaikan
suatu masalah. Untuk menyelesaikan masalah ini, kita tak dapat langsung begitu
saja menjawabnya. Soal ini menuntut kita berpikir lebih cerdas. Menuntut kita
untuk melakukan perencanaan sebelum mendapat jawaban. Soal ini menuntut kita
agar dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan jawaban. Pun mengantisispasi
berbagai cara yang mungkin dilakukan untuk menjawabnya. Pendeknya, soal ini
melatih kita untuk menggunakan penalaran dan kreativitas. Ya, tak sekedar hanya
menghafalkan prosedur menjawab seperti biasanya.
Menurut Sawada (1997), bila open-ended problems semacam soal tadi
diberikan pada para siswa di sekolah, setidaknya ada lima keuntungan yang dapat
diharapkan.
1. Para siswa terlibat lebih aktif dalam proses
pembelajaran dan mereka dapat mengungkapkan ide-ide mereka secara lebih sering.
Para siswa tak hanya pasif menirukan cara yang dicontohkan gurunya.
2. Para siswa mempunyai
kesempatan yang lebih dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika
mereka secara menyeluruh. Ya, mereka terlibat lebih aktif dalam menggunakan
potensi pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.
3. Setiap siswa dapat
menjawab permasalahan dengan caranya sendiri. Ini artinya, tiap kreativitas
siswa dapat terungkapkan.
4. Pembelajaran dengan
menggunakan open-ended problems semacam ini memberikan pengalaman nyata
bagi siswa dalam proses bernalar.
5. Ada banyak
pengalaman-pengalaman (berharga) yang akan didapatkan siswa dalam bentuk
kepuasan dalam proses penemuan jawaban dan juga mendapat pengakuan dari
siswa-siswa lainnya.
2.7 Contoh Masalah
Suatu
persegi panjang luasnya
48 cm.
Berapa
cm kemungkinan panjang dan lebar persegi panjang tersebut?
Jawaban siswa dengan variasi
1
L = p × l
48 = p × l
Jadip = 8 dan l =
6 sehingga 8 × 6 = 48.
Jawaban siswa dengan variasi 2:
L = p × l
48 = p × l
Jawaban yang benar adalah p
= 12 cm dan l = 4 cm karena 12 cm × 4 cm = 48 cm
Jawaban siswa dengan variasi 3:
L = p × l
48 = p × l
Jadi, bila p = 8 cm maka l = 6 cm
Bila p
= 12 cm maka l = 4 cm
Bila p
= 24 cm maka l = 2 cm
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
-
Menurut Suherman problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban
yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open - Ended problem atau soal
terbuka
-
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan
kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan
kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
-
Beberapa hal yang dapat dijadikan acuan
dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
Ø Menyajikan
permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
Ø Menyajikan
soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
Ø Menyajikan
bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu
konjektur.
Ø Menyajikan
urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
Ø Memberikan
beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa
mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari
contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
Ø Memberikan
beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari
pekerjaannya.
-
Keunggulan metode
open ended:
Ø Siswa
berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan
idenya.
Ø Siswa memiliki
kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
matematik secara komprehensif.
Ø Siswa dengan
kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka
sendiri.
Ø Siswa secara
intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
Ø Siswa memiliki
pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
-
Kelemahan metode open ended :
Ø Membuat dan
menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan
mudah.
Ø Mengemukakan
masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa
yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Ø Siswa dengan
kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø Mungkin ada
sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.